"..eh anak gua nangis, tunggu bentar ya" Mela
berlari meninggalkan percakapan dunia maya-nya. Seseorang disebrang
mengiyakannya sambil menyeruput kopi yang baru saja dibuatnya. Dasar ibu-ibu,
begitu dibenaknya. Ini terdengar dan terlihat lucu. Seperti adegan dalam sebuah
novel-novel yang sering ia baca. Rafa lalu kembali menyelesaikan tulisannya
untuk sebuah majalah.
Wajahnya kusam, badannya bau, matanya cekung, bertanda ia
baru saja bangun beberapa jam tadi. Perutnya sedikit keroncongan, nggak ada
makanan sama sekali di rumahnya. Tapi tadi ia sudah mengirim pesan kepada
seseorang yang ingin ke rumahnya untuk membawakannya makanan.
Siang ini, tepat pukul dua, Jakarta sedikit mendung.
Beberapa orang mempertanyakan. Beberapa orang lagi hanya bergumam
"..tumben". Selintas angin masuk melalui jendela kamar kerjanya,
membantu hembusan kipas angin yang terasa begitu lembut berputar.
Nggak lama kemudian suara mobil terdengar didepan rumahnya.
Rafa beranjak dari kursi, ia menuju ke arah pintu dan membukanya. Dari situ ia
melihat seorang wanita turun dari mobil lalu berjalan menuju ke arahnya.
"Hei.. Masuk sini." segera Rafa menyuruh Alisa
masuk. Bibir merah terpaut manis di wajahnya, rambut pendek sebahu membentuk
gelombang bergerak mengikuti irama langkahnya menyusuri depan rumah dengan
struktur klasik itu.
Rafa kembali masuk ke kamar kerjanya, melanjutkan
pekerjaannya yang sempat tertunda.
"Kamu pasti belum mandi.." tebak Alisa.
Sebenarnya ia tahu kelakuan pacarnya ini.
"Udah.. Kemarin." jawab Rafa seperti biasa.
"Jadi pergi kan kita?"
"Jadi. Tapi aku nyelesain tulisan dulu ya. Tanggung
dikit lagi." Rafa kembali ke depan laptopnya.
"Nih makanannya. Katanya belum makan." teriak
Alisa dari ruang tengah yang hanya sebatas tembok dengan kamar kerja Rafa. Ia
meletakan bungkus makanan di atas meja, lalu ia menyalakan televisi. "Iya
sebentar, taro aja dulu disitu."
Sesaat kemudian, Rafa keluar dari tempatnya membawa segelas
kopi yang tadi ia buat. Ia duduk di sofa, tepat disamping Alisa yang sedang
asik memainkan ponsel. "Ngapain sih?"
"Main game" jawab Alisa. Matanya terus tertuju ke
depan layar ponsel. "Udah selesai kerjaannya?"
"Udah." Rafa mengambil rokok dan menyalakannya.
"Makan dulu!! Itu udah aku bawain."
"Bawel. Abis ini."
"Eh iya.. kamu ditanyain sama mama. Katanya jarang
main ke rumah lagi."
"Lagi banyak kerjaan, belum sempet. Ntar deh."
sambil menjatuhkan badannnya ke belakang sofa. "Terus mama nanya apa
lagi?"
Alisa meletakkan ponselnya, ia memandang Rafa, berpikir,
mencoba mengingat. "Ehmmm.. kata mama kamu jangan banyak begadang, ntar
nggak gemuk-gemuk. Terus jangan lupa makan, terus sering-sering ngajakin aku
jalan-jalan, kalo bisa ajak mamaku juga. Terus papa juga ngajakin kamu main
catur lagi tuh. Dia nggak terima dikalahin sama kamu. Terus.."
"..aku mandi dulu ya." potong Rafa. Ia segera
bangun dari sofa dan menuju kamar mandi.
Dari tempat duduknya, Alisa hanya tersenyum, matanya
mengikuti setiap gerak tubuh pacarnya. Sejak pertama ia melihat di pernikahan
temannya, kelakuannya masih sama seperti dulu. Ngeselin, ngangenin, lucu, nggak
ketebak dan banyak lagi macamnya. Banyak rasa setelah 2 tahun berpacaran
dengannya. Dan mungkin akan bertambah lagi rasa-rasa itu.
"Heh.. Jangan senyum-senyum terus!!" teriak Rafa
dari dalem kamar mandi.
BUGH!!
Sebuah bantal dari sofa menghantam pintu kamar mandi. Alisa
kembali melanjutkan gamenya.
goks, lau masih bisa berimajinasi yang enggak terisolasi oleh dogmatisasi kota yg tragis ini..certa ringan tapi menarik!
BalasHapusmampir di pendopo kecil eug juga ya bor, untuk sekedar menghabiskan kopi segelas untuk melepas lelah..hehe
http://warriorgo.blogspot.com/
hihihi..
BalasHapusjadi kalo ke tempat lo kopi harus nambah lagi dong nih?
sip!! :D