Juni 03, 2013

Harus Menyebutnya Apa?

"..eh anak gua nangis, tunggu bentar ya" Mela berlari meninggalkan percakapan dunia maya-nya. Seseorang disebrang mengiyakannya sambil menyeruput kopi yang baru saja dibuatnya. Dasar ibu-ibu, begitu dibenaknya. Ini terdengar dan terlihat lucu. Seperti adegan dalam sebuah novel-novel yang sering ia baca. Rafa lalu kembali menyelesaikan tulisannya untuk sebuah majalah.
Wajahnya kusam, badannya bau, matanya cekung, bertanda ia baru saja bangun beberapa jam tadi. Perutnya sedikit keroncongan, nggak ada makanan sama sekali di rumahnya. Tapi tadi ia sudah mengirim pesan kepada seseorang yang ingin ke rumahnya untuk membawakannya makanan.
Siang ini, tepat pukul dua, Jakarta sedikit mendung. Beberapa orang mempertanyakan. Beberapa orang lagi hanya bergumam "..tumben". Selintas angin masuk melalui jendela kamar kerjanya, membantu hembusan kipas angin yang terasa begitu lembut berputar.
Nggak lama kemudian suara mobil terdengar didepan rumahnya. Rafa beranjak dari kursi, ia menuju ke arah pintu dan membukanya. Dari situ ia melihat seorang wanita turun dari mobil lalu berjalan menuju ke arahnya.
"Hei.. Masuk sini." segera Rafa menyuruh Alisa masuk. Bibir merah terpaut manis di wajahnya, rambut pendek sebahu membentuk gelombang bergerak mengikuti irama langkahnya menyusuri depan rumah dengan struktur klasik itu.
Rafa kembali masuk ke kamar kerjanya, melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda.
"Kamu pasti belum mandi.." tebak Alisa. Sebenarnya ia tahu kelakuan pacarnya ini.
"Udah.. Kemarin." jawab Rafa seperti biasa.
"Jadi pergi kan kita?"
"Jadi. Tapi aku nyelesain tulisan dulu ya. Tanggung dikit lagi." Rafa kembali ke depan laptopnya.
"Nih makanannya. Katanya belum makan." teriak Alisa dari ruang tengah yang hanya sebatas tembok dengan kamar kerja Rafa. Ia meletakan bungkus makanan di atas meja, lalu ia menyalakan televisi. "Iya sebentar, taro aja dulu disitu."
Sesaat kemudian, Rafa keluar dari tempatnya membawa segelas kopi yang tadi ia buat. Ia duduk di sofa, tepat disamping Alisa yang sedang asik memainkan ponsel. "Ngapain sih?"
"Main game" jawab Alisa. Matanya terus tertuju ke depan layar ponsel. "Udah selesai kerjaannya?"
"Udah." Rafa mengambil rokok dan menyalakannya.
"Makan dulu!! Itu udah aku bawain."
"Bawel. Abis ini."
"Eh iya.. kamu ditanyain sama mama. Katanya jarang main ke rumah lagi."
"Lagi banyak kerjaan, belum sempet. Ntar deh." sambil menjatuhkan badannnya ke belakang sofa. "Terus mama nanya apa lagi?"
Alisa meletakkan ponselnya, ia memandang Rafa, berpikir, mencoba mengingat. "Ehmmm.. kata mama kamu jangan banyak begadang, ntar nggak gemuk-gemuk. Terus jangan lupa makan, terus sering-sering ngajakin aku jalan-jalan, kalo bisa ajak mamaku juga. Terus papa juga ngajakin kamu main catur lagi tuh. Dia nggak terima dikalahin sama kamu. Terus.."
"..aku mandi dulu ya." potong Rafa. Ia segera bangun dari sofa dan menuju kamar mandi.
Dari tempat duduknya, Alisa hanya tersenyum, matanya mengikuti setiap gerak tubuh pacarnya. Sejak pertama ia melihat di pernikahan temannya, kelakuannya masih sama seperti dulu. Ngeselin, ngangenin, lucu, nggak ketebak dan banyak lagi macamnya. Banyak rasa setelah 2 tahun berpacaran dengannya. Dan mungkin akan bertambah lagi rasa-rasa itu.
"Heh.. Jangan senyum-senyum terus!!" teriak Rafa dari dalem kamar mandi.
BUGH!!
Sebuah bantal dari sofa menghantam pintu kamar mandi. Alisa kembali melanjutkan gamenya.


2 komentar:

  1. goks, lau masih bisa berimajinasi yang enggak terisolasi oleh dogmatisasi kota yg tragis ini..certa ringan tapi menarik!

    mampir di pendopo kecil eug juga ya bor, untuk sekedar menghabiskan kopi segelas untuk melepas lelah..hehe

    http://warriorgo.blogspot.com/

    BalasHapus
  2. hihihi..
    jadi kalo ke tempat lo kopi harus nambah lagi dong nih?
    sip!! :D

    BalasHapus