"Iissssh.. Gila!! Parah tuh motor. Untung nggak
ketabrak!!" kaget Alisa melihat motor didepannya yang menerobos lampu
merah.
"Mau sampe kapan mereka nekat bergantung sama
keberuntungan?" timpal Rafa. Ia menginjak gas perlahan, membelokan
mobilnya ke kanan, bergerak lurus menuju Manggarai. Mereka berdua baru saja
menegok teman yang baru melahirkan di rumah sakit daerah Salemba Raya. Kini
mereka bergerak menuju Tebet, ada launching album sebuah band.
Hari masih sore, acara pun baru dimulai malam nanti.
Sebenarnya masih ada sekitar 4 jam untuk bersantai sebelum sampai disana. Tapi
Rafa tidak ingin mengambil resiko dengan takdir jalanan Jakarta, apalagi jam
pulang kerja.
"Kereta api aja diterobos kok, gimana cuma lampu merah
sama busway.." ungkap Rafa mengomentari situasi jalanan ibukota
akhir-akhir ini.
"Harusnya tuh di setiap perempatan jalan ada reklame
gede gambar orang kecelakaan, orang mati atau gambar-gambar nyeremin lainnya
gara-gara ngelanggar lalulintas." kata Alisa.
"Yap!!" Rafa mengangguk setuju. "..keren
juga tuh. Kalo cuma peringatan yang sopan doang mah kita nggak mempan. Karna
dijalanan, kita bukanlah bangsa yang sopan."
Alisa menambahkan, "Tapi harus ada juga penghargaan
buat mereka yang disiplin lalulintas. Kasih duit kek biar termotivasi."
"Bisa sih. Tapi duit darimana?" tanya Rafa,
"..yang ada malah nambah lahan korupsi."
"Iya juga sih. Atau ada reality show gitu
yang ngikutin pengendara, terus kalo misalnya dia nggak ngelanggar dapet duit
deh di akhir acara."
Rafa tertawa kecil, "Boleh tuh. Bikin dong kamu."
"Mana duitnya?"
Rafa mengambil uang receh di dasboard mobil, "Nih.
Ditabung ya." ledeknya.
"Makasih." sambil senyum Alisa menaro uang receh
tadi ke kotak kecil diantara bangku
mereka.
Mobil keluar terowongan, sedikit menanjak, melewati
terminal Manggarai menuju Jl.Sahardjo. Sinar matahari senja masuk menyinari
mereka berdua didalam mobil. Sayup-sayup penyiar di radio beradu dengan klakson
sekitar. Di luar, orang-orang bermuka lelah berlalulalang, naik-turun-mencari
kendaraan umum untuk sampai rumah, sementara kendaraan pribadi turut andil
memenuhi jalanan. Mobil mereka bergerak perlahan. Banyaknya jalur untuk
memutar jadi alasan. Begitu juga metromini yang berkali-kali berhenti guna
menaik-turunkan penumpang.
"Eh, aku dapet kaos bola dong dari Amar. Oleh-oleh
gitu dari Inggris." Alisa mengambil ponsel di tas kecilnya, lalu
menunjukkannya ke Rafa, "nih.."
Rafa mengambilnya, melihat sebentar dan mengembalikkan ke
Alisa. "Kok tumben dia ngasih kamu kaos bola? Kamu kan nggak terlalu suka
bola." kata Rafa.
Alisa memasukkan ponselnya ke dalam tas, "Abisnya dia
bingung mau ngasih apa. Lagian juga kata dia udah mepet banget waktunya. Dia
baru beli pas hari terakhir sebelum balik ke Jakarta. Jadi agak bingung gitu.
Kamu juga dapet kok. Ada di rumah. Mama sama papa malah cuma dikasih gantungan
kunci." jelas Alisa.
"Oh gitu.." jawabnya. "Dia berapa lama tuh
jarak jauh gitu sama pacarnya?"
"Ehmmmm.. berapa ya.." Alisa berpikir sebentar,
lalu melanjutkan "..setahun deh kalo nggak salah. Tapi pacarannya sih udah
hampir 3 tahunan gitu. Dari SMA."
"Lama juga dong." jawab Rafa sambil melihat ke
spion. "Tapi biasanya yang pacaran lama gitu belum tentu nikahnya sama
orang itu juga tau."
"Sok tau kamu!!" timpal Alisa.
"Biasanya sih gitu."
Alisa merubah posisi duduk dan kepalanya menengok ke arah
Rafa. Sementara Rafa hanya melirik dan kembali memfokuskan pandangannya ke
depan. "Kamu kenapa?" tanya Rafa.
"Kita udah lama kan pacaran. Berarti ntar aku nikahnya
nggak sama kamu dong ya?" Alisa menatap Rafa tajam.
"Bisa jadi." jawab Rafa santai. Alisa masih
menatapnya. "Takdir nggak ada yang tau, non." lanjut Rafa.
Alisa mengembalikkan posisi duduknya seperti semula.
Wajahnya berpikir, "Berarti aku harus ke Inggris juga nih."
Rafa bingung. "Ngapain?"
"Aku harus pedekate sama Alex Turner, Adam Lavine,
Gordon Levits, Mayer, Chicharito.. .."
Sontak Rafa terkejut mendengar ocehan Alisa. Dia nggak kuat
untuk menahan tawa, "Terserah lo deh.."
"Ya dong. Kan takdir nggak ada yang tau." jelas
Alisa dengan semangat. "..tapi ntar kamu anterin aku ya ke Inggrisnya. Mau
kan..?" pinta Alisa dengan wajah memelas.
Giliran Rafa yang menengokkan kepalanya ke arah Alisa.
Tawanya makin lepas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar