Juli 04, 2013

Keberduaan

“Aku nggak ngerti sama kita?” tiba-tiba saja kalimat itu terucap dengan lelahnya dari seorang pria. Wanita di sampingnya tertegun mendengar kalimat yang keluar dari pria yang sedari tadi bersamanya
“..maksud kamu?” ucap si wanita dengan terbata.
“Kamu sadar nggak sih kalo kita selalu mempersalahkan setiap masalah yang ada, walau masalah itu kecil sekalipun, kita selalu ngebawanya dalam waktu yang panjang..” papar si pria. Ia menambahkan dengan perlahan, “Kita udah lama kan pacaran, udah lama berhubungan kaya gini. Udah terlalu banyak masalah yang ada di kita. Meskipun akhirnya masalah itu selesai, tapi secara nggak langsung kita selalu mengulang hal itu..” jelasnya.
Dengan tatapan kosong, wanita di sampingnya terus mendengarkan, memahami setiap kata yang keluar dari mulut yang sering ia kecup berkali-kali itu.
 “..kamu mau kita selesai?” tembak si wanita dengan mengambil kesimpulan dari semua bahasan yang mereka bicarakan. Sudah 30 menit lebih mereka duduk bersama. Tapi sudah tak terhitung daun yang jatuh dari dahan pohon di atas mereka-yang di bawahnya menjadi tempat mereka beradu persepsi, menahan ego.
“..kayanya kita udah sampai pada saat dimana ini adalah bagian akhirnya..” jelas si pria yang sepertinya sudah cukup baginya menahan semua kata-kata itu.
Pandangan si wanita terjatuh. Ia tak percaya apa yang pria sampingnya ini katakan meski Ia tahu ini akan terjadi. Seperkian detik, akhirnya ia menyadari bahwa sudah jelas apa yang dimaksud si pria. “..kalo itu yang kamu mau, ...aku minta satu permintaan dari kamu”
Si pria memberanikan diri memandang wanitanya, “..kamu mau minta apa?” ucapnya perlahan.
“..aku minta kamu bayarin makanan yang kita makan ini..”
Rafa terbahak dan tentu saja diikuti Alisa yang tak kuat menahan gelak tawanya.
“..udah ah. Kasian tau mereka. Lagi duduk-duduk enak gitu kita dubbing-in gini.” Kata Alisa seraya sebelah tangan menutup mulutnya yang tertawa lebar. Tampak bagaimana terlihat puasnya wajah Rafa dan Alisa yang menjahili pasangan yang duduk tidak jauh dari tempat mereka.
“..jadi ceritanya mereka putus gitu, terus ceweknya minta permintaan, bayarin makanan kita berdua. Lah?? Kok yang dibayarin makan malah kita? Kenal juga nggak!!” Rafa melanjutkan tawanya. Alisa makin terpingkal mendengar kesimpulan dari pacarnya. Nafas mereka terengah-engah.
”Ah kamu bodoh.. Masa tiba-tiba kita yang dibayarin. Ngaco!!”
Dengan perlahan tawa mereka berhenti. “udah deh ah, capek.” Rafa lanjut menghisap rokoknya. Sementara pacarnya, Alisa, melepas dahaga dengan minuman botol yang sudah mereka pesan dari satu jam lalu.
Taman Suropati di Minggu sore tidak terlalu ramai. Terlihat hanya segelintir anak muda berkumpul di beberapa titik. Ada juga orang yang berlari kecil mengelilingi taman. Sisanya adalah pengamen, penjual kopi keliling, pedagang di tepi taman dan beberapa pasangan, termasuk mereka berdua. Entah mengapa sebuah taman yang cukup besar dan asri ini tidak memiliki banyak pengunjung. Mungkin kebanyakan orang atau keluarga sudah memilih mall/department store sebagai tempat tujuan berakhir pekan. Atau bahkan tidak sedikit yang menghabiskannya dengan pergi ke luar kota.
Pohon-pohon besar di sekitar taman sedikit menghalang laju cahaya matahari di tempat mereka sore ini. Udara cukup bersahabat. Rambut Alisa bergerak ke belakang, terkena hembusan angin yang lewat. Dari samping, kerangka wajah Alisa terlihat. Lekuk rahangnya yang kurus seksi, hidungnya yang mancung, dagunya. Bergerak pelan ke bawah, lehernya yang jenjang terbuka. Sedikit ke bawah lagi, balutan baju terusan bermotif kembang dengan warna cokelat yang dominan membungkus setiap lekuk indah tubuhnya. Lalu flat shoes putih menjadi alas untuk kakinya yang mungil. Hampir sempurna. Bahkan ini sudah sempurna untuk seorang Rafa.
“Kamu kaya angsa.” kata Rafa tenang.
Alisa mengernyitkan dahi, “..kamu mau ngegombal?”
“Sesuatu yang benar mirip dengan kenyataan apa harus disamakan dengan gombal?”
“..jadi kamu ngeledek?”
Rafa terkekeh, sejenak mereka berdua terdiam.
“Kenapa angsa?” tanya Alisa.
Berpikir, Rafa mencoba mencari alasan yang tepat. “Angsa punya sayap, tapi nggak bisa terbang tinggi. Sama kaya kamu.” jelasnya.
Alisa paham dengan penjelasan pacarnya. “Kenapa nggak merpati? Kan bisa terbang. Tinggi lagi.”
“Nggak ah. Kekecilan. Lagian kalo kamu terbang tinggi terus ntar aku sama siapa disini.”

Giliran Alisa yang tersenyum kecil. Manis. Kembali mereka berdua terdiam. Angin sore bertiup perlahan, menggoyangkan daun di atas pohon-pohon besar. Berdua larut dalam kediaman yang saling mengisi. Selalu seperti ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar