Cukup heran pas ngeliat link unduh lagu lama dari The Brandals versi mp3 di website Rolling Stone Indonesia. Pertanyaan gua saat itu cuma satu.. NGAPAIN?? Sampe akhirnya gua baca wawancara dengan Eka Annash di website yang sama dan akhirnya gua paham niat mulia dari mereka buat penggemarnya yang sulit ngedapetin album kedua mereka, Audio Imperialist.
Mundur jauh ke beberapa tahun silam. Album ini rilis di tahun 2005. Di
tahun segitu gua baru lulus SMP, lalu hijrah dari Bekasi ke Jakarta. Belum
kenal sama band ini. Denger namanya aja belum. Tapi kepindahan gua ini ngebawa
atmoshphere baru dalam ngedengerin musik, ibaratnya kaya pergeseran musik
gitulah. Ditambah lagi dengan rasa ingin tahu yang bergejolak di umur menuju
17, tahulah gimana rasanya.
Lagu 24.00 Lewat yang sering
diputer di radio-radio adalah awal perkenalan gua dengan band ini. Dan di luar
sadar atau nggaknya gua kala itu, di tahun segitu juga Garage Rock lagi naik. Dari
situlah dimulai perjalanan buat ngedengerin musik-musik kaya gini dan terus
berjalan sampe jadi semacam pilihan utama dari genre musik lainnya kala itu. The Brandals, The SI.G.I.T dan lagu-lagu dari OST RealitaCintaDanRocknroll
yang jadi tumpuan gua saat itu.
Balik lagi ke The Brandals. Setelah berkali-kali ngeliat link unduh
mereka yang bertebaran di media sosial, Twitter, gua mendapatkan info tentang launching
album kedua mereka ini. Yang artinya adalah mereka bakal ngebawain lagu-lagu
lamanya tanpa dicampur dengan lagu dari album ke empat mereka. Sorry to say nih, buat gua album ke empat dari The Brandals bukanlah “The
Brandals” di tiga album sebelumnya, meski pun hanya album ke empat merekalah yang gua
punya bentuk fisiknya :D
Malam itu, 9 November 2013, para penonton yang dateng antusias ingin
kembali ngeliat para berandalan Jakarta ini. Slinky Finger Jam dan (Im
Your) Generator jadi nomer pembuka mereka. Setelah itu nyanyi massal
terjadi di lagu selanjutnya, 24.00 Lewat,
yang juga manasin panggung dan penonton. Sementara di lagu ini, gua
sesekali meremin mata, ngadep ke atas, sambil terus nyanyi. Merinding!!
Selain musik, gua selalu suka bahkan tergila-gila sama lirik-lirik
mereka. Eka yang setahu gua berjasa besar dipenciptaan lirik, jadi salah satu
favorit bahkan influence tersendiri buat gua dalam pembentukan kata-kata selain
Iwan Fals dan Jimi Multhazam.
Setelah itu, berurutan Ode
Pinggiran Jakarta, Career Crackin’,
dan Obesesi Mesin Kota dimainkan. Para
penggemar mereka di depan panggung bergerak lincah, bergoyang hingga loncat. Nggak
sedikit dari mereka yang mencuri naik ke panggung buat ngelakuin crowd surfing. Pemandangan ini udah
biasa kalo The Brandals tampil.
Anehnya, gua sempet ngedenger kata ‘norak’ diucapkan pelan oleh salah
satu penoton di depan gua. Terlepas dari bener atau nggaknya pendengaran gua
ini, gua ngeliat mereka yang di depan panggung malam itu adalah cara dari
mereka ngelampiasin kegundahan hidup yang ketahan. Yang norak buat gua adalah
penonton yang bolak-balik ngangkat gadgetnya tinggi-tinggi.
Salah satu lagu yang jarang banget mereka bawain di panggung dan juga
jadi favorit gua, Komplikasi Cinta Transit, sedikit menenangkan crowd saat itu. Disini keliatan beberapa raut
wajah lelah dari personil. Rully yang ngumpet di belakang ampli dengan kecrekannya, PM yang duduk dengan lelah, Eka yang sedikit salah lirik di lagu ini. Hanya
Radith dan Toni yang keliatan cool dan kalem. Sampe akhirnya mereka kembali menghajar
dengan sisa lagu di album itu kaya, Komoditi
Fantasi, Black Boy Dynamite Blues,
Dari Brandals Buat Yang Bercinta dan
juga lainnya.
Selesai itu, gua ngerasa puas kembali ngeliat mereka dengan keliarannya
di panggung. Puas ngeliat Eka yang joget-joget jatuh bangun, ngeliat penonton
yang jumpalitan di depan panggung. Dan dari tahun ke tahun yang terus berjalan,
dari usia gua yang terus nambah, dari pandangan akan sesuatu yang terus ngelebar
dan pendengaran akan musik yang ngeluas, tapi di saat yang tepat kaya malam
itu, The Brandals cukup mampu ngebuat arwah gua lepas beradu dengan lagu-lagu mereka di udara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar